Legenda Telaga Ngebel Ponorogo

Tuesday, 21 October 20140 comments

Legenda rakyat kebanyakan menekankan aspek pendidikan moral, jangan dipertentangkan dengan aspek realitas historis (kebenaran dari segi ilmiah dan sejarah). Mari lestarikan budaya bangsa

Telaga Ngebel adalah sebuah telaga indah dan asri dikelilingi hutan cagar alam di Timur laut kota Ponorogo. Letaknya yang hanya 20 km dari pusat kota dan dapat ditempuh kurang dari 1 jam membuatnya menjadi alternative tujuan wisata yang cukup digemari warga Ponorogo. Seperti kebanyakan tempat di Indonesia, terdapat cerita legenda mengenai asal mula telaga Ngebel. Bagaimana legenda asal mula Telaga Ngebel, inilah kisahnya:


Di kaki Gunung Wilis bagian barat, ada seorang pertapa yang mempunyai seorang anak gadis. Gadis tersebut melakukan dosa yang sangat besar sehingga saat melahirkan anak yang lahir bukanlah seorang bayi namun seekor ular naga yang kemudian diberi nama Baru Klinthing. Baru Klinthing berharap menjadi manusia seutuhnya dan diakui anak oleh ayahnya. Sang ayah mau mengakui dengan syarat naga tersebut harus mampu melingkari gunung Wilis dengan tubuhnya.

Baru Klinthing pun bersemedi, tubuhnya menjadi naga raksasa dan hampir berhasil memutari gunung Wilis hingga hanya kurang sejengkal (sekilan dalam bahasa Jawa) Baru Klinthing menjulurkan lidahnya untuk menggenapi syarat ayahnya. Ayah baru Klinthing tiba tiba menghunus keris dan memotong lidah baru klinthing sehingga upayanya gagal. Baru Klinthing pun murka dan hendak menelan ayahnya, sang ayah berkata..”anakku, aku memotong lidahmu karena lidah ular ular bercabang dua sedangkan lidah manusia tidak boleh “bercabang dua”, bersabarlah kelak Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Kuasa) akan menerimamu”. Akhirnya Baru Klinthing meneruskan semedinya.

Ratusan tahun kemudian penduduk desa di kaki gunung Wilis berburu ke hutan untuk pesta desa namun tak mendapat hasil. Karena lelah seorang penduduk membacok sebatang pohon yang anehnya mengeluarkan darah. Penduduk kemudian tahu bahwa pohon tersebut adalah seekor ular. Bukannya takut, mereka malah bersuka ria membunuh ular tersebut untuk diambil dagingnya kemudian pulang dan mengggelar pesta besar sambil memasak daging ular tersebut.

Di tengah pesta datang seorang anak kecil dengan badan penuh luka meminta sedikit makanan.Sebenarnya anak tersebut adalah jelmaan Baru Klinthing,tubuhnya penuh luka akibat jasad naganya diambil dan dikuliti oleh penduduk desa.

Bukanya berbelas kasihan, penduduk desa malah mencaci maki dan melempari anak tersebut tanpa diberi makan sedikitpun. Ada seorang janda tua bernama Nyai Latung merasa kasihan sehingga jatah makananya ia berikan kepada anak tersebut. Anak tersebut kemudian berkata kepada Nyai Latung..”Mbok, baik benar hatimu, sekarang pulanglah….nanti kalau terjadi huru hara janganlah takut dan gentar, naiklah ke lesung (tempat menumbuk padi jaman dahulu yang berbentuk seperti perahu) dan peganglah enthong (alat mengambil nasi yang mirip dayung perahu) aku hendak memberi pelajaran manusia serakah dan tak kenal belas kasihan ini.”Nyai Latung pun pulang meski dengan hati yang heran.

Anak kecil jelmaan Baru Klinthing kemudian pergi ke tengah keramaian pesta, sambil membawa sekerat daging besar dia berkata..”aku punya sekerat daging besar, siapa bisa mencabut lidi yang aku tancapkan akan aku beri daging ini, kalau gagal akan aku minta daging kalian”. Tantangan ini disambut antusias penduduk desa yang serakah. Hal aneh terjadi, sebatang lidi yang ditancapkan ke tanah tak bisa dicabut meski oleh orang paling kuat.Akhirnya penduduk desa semua berkumpul ke tempat tersebut.

Saat semua telah berkumpul anak jelmaan Baru Klinthing berkata..” manusia serakah dan tak kenal belas kasihan, dagingku kalian ambil tapi sedikitpun kalian sudi memberi aku yang kelaparan, terimalah ini pembalasanku…” sambil mencabut lidi yang ditancapkanya. Bumi bergoncang dan langit gelap gulita, bekas lidi tersebut mengeluarkan air deras yang luar biasa. Penduduk berlarian mencari selamat namun tanah retak dimana mana dan segera tertelan bumi. Desa tersebut tenggelam dan penduduk mati tenggelam. Nyai Latung selamat dari terjangan air bah karena mendengar pesan dari Baru Klinthing. Tanah desa tersebut kemudian menjadi daerah berair (dalam bahasa Jawa disebut ngembel) dan maka daerah tersebut kemudian diberi nama Ngebel.

Pesan Moral

1. Setiap tindakan baik dan buruk akan mendapat pembalasan
2. Lidah manusia hendaknya tidak “bercabang dua” yang membuat derajatnya sama dengan ular
3. Sikap serakah dan tak kenal belas kasihan akan membawa kehancuran
4. Meskipun banyak orang jahat, jika anda teguh berbuat kebaikan seperti Nyai Latung anda akan selamat.

NB:

Ada beberapa mitos di telaga Ngebel. Jangan buru buru menganggapnya takhayul karena secara rasional bisa dijelaskan.
Share this article :

Post a Comment

 
Support : | |
Copyright © 2011. Sagetmawon - All Rights Reserved